Teh menjadi populer di Jepang sepanjang awal era Kamakura berkat usaha dan jerih payah monk Eisai (1141 - 1215); sekitar 50 tahun kemudian Zen monk Dai-o (1236 - 1308) kembali dari kunjungannya ke China dan pulang membawa ilmu tea ceremony sebagaimana yang di praktekkan di China oleh para biarawan Zen.
Para biarawan penerus menyempurnakan seni tersebut hingga pendeta Shuko (1422 - 1502) menyajikan demonstrasi tea ceremony dihadapan shogun Ashikaga Yoshimasa. Yoshimasa, sebelumnya memang sudah menjadi orang yang mencintai seni, kemudian langsung jatuh cinta dengan seni tea ceremony dan di point ini chanoyu mulai berkembang dan memiliki pengikut sekular.
Pada awalnya, dan sungguh tidak mengherankan bahwa tea ceremony adalah sebuah aktifitas yang dianut oleh para bangsawan, sebagaimana teh hijau itu sendiri pada saat itu adalah obat segala macam penyakit yg hanya dipakai oleh kalangan atas. Hal ini mulai berubah saat kemunculan Sen no Rikyu. Seorang yang memiliki latar belakang pedagang dari Sakai, Rikyu (yang terkenal dengan karir nya sebagai Soeki) telah dilatih sebagai orang yg ahli dalam seni teh dengan style elegant Ashikaga; dia kemudian menolak sekolah (aliran) tea ceremony ini dengan mengambil pendekatan yang berbeda. Tea ceremony para bangsawan telah dikembangkan untuk melayani para individu yang berpartisipasi dalam ceremony itu, dengan peralatan teh dari China yang sangat elegan dan usaha yang sangat berat harus dilakukan agar tidak menyinggung tamu ceremony yang memiliki status yang lebih tinggi.
Dengan usahanya sendiri, Rikyu mengganti peralatan-peralatan yang mahal-mahal dengan peralatan yang sederhana, yang praktis, dan mengganti tea house yang sangat mahal dan selalu mencolok dengan Soan, atau pondok teh yang terbuat dari rumput ilalang. Satu-satunya cara untuk masuk ke dalam Soan, tea room adalah melalui pintu kecil, nijiriguchi, yang hanya sekitar 76cm persegi. Jadi para tamu harus merangkak jika masuk, cara yang sengaja dibuat untuk lebih humble agar tercipta suasana perasaan sama (equal) saat sudah berada didalam. Rikyu menghendaki tea ceremony menjadi aktifitas yang bebas dari hiasan-hiasan sosial politik, walapun untuk yang satu ini pada akhirnya dia akan kecewa. Bersamaan dengan Rikyu mulai menjadi terkenal, dewa perang Oda Nobunaga juga mulai terkenal melalui ekspansi-ekspansi nya yang terus menerus yang akhirnya bertemu Rikyu. Nobunaga yang saat itu masih amatiran dalam hal tea ceremony langsung berupaya mengelilingi dirinya sendiri dengan orang-orang yang ahli dengan tea ceremony yang hingga tahun 1575 Nobunaga sudah dikelilingi oleh Sen no Rikyu, Imai Sokyu, dan Tsuda Sogyu. Seorang warrior yang hebat itu pun juga berusaha keras untuk mengumpulkan barang-barang berharga yang berkaitan dengan tea ceremony, yang kemudian selalu dia gunakan untuk memberi hadiah kepada para jendral perang nya.
Nobunaga terbunuh pada tahun 1582 dan kemudian Rikyu menjadi teman dekat Toyotomi Hideyoshi, orang ke dua dari '3 orang penyatu Jepang'. Persis seperti Nobunaga, Hideyoshi orang yang sangat mencintai tea ceremony, dan sangat menghargai teknik tea ceremony Rikyu. Namun demikian kedua penguasa Jepang itu tidak selalu sepakat dalam hal chanoyu. Rikyu, diceritakan telah memberenggut terhadap tuan nya saat menggunakan tea ceremony sebagai forum untuk mendiskusikan urusan kenegaraan, yang menurut dia sangat mengganggu dan merusak ke harmonisan tea ceremony. Hideyoshi kenyataannya mengambil tea ceremony dan merubahnya menjadi suatu bagian penting dari salah satu keahlian seorang negarawan. Dia mengorganisir beberapa event Grand Tea Gathering, dan mencari peralatan-peralatan tea yang terkenal, walaupun dalam praktek tea ceremony yang sebenarnya dia lebih kurang selalu mengikuti aturan-aturan Rikyu. Pada akhirnya, dan untuk alasan yang tak diketahui, Rikyu dieksekusi mati atas perintah dari Hideyoshi, walapun sebelumnya telah meninggalkan bekas yang tak pernah punah pada seni tea ceremony, yang kemudian di masa Edo telah menyebar ke semua kelas samurai dan non samurai.
Tonton video chanoyu Kenji Sekiguchi sensei dibawah ini:
No comments:
Post a Comment